Polusi udara merupakan masalah yang serius di Indonesia, terutama di Jakarta. Banyak foto-foto di media sosial yang menunjukan kabut asap (smog) yang menyelimuti ibu kota. Tingkat konsentrasi PM2.5, salah satu zat polutan yang berbahaya, di Jakarta mencapai empat sampai lima kali lipat dari standar Pedoman Kualitas Udara WHO. Jakarta bahkan beberapa kali menjadi kota dengan polusi udara terburuk di dunia, termasuk di 2023.
Polusi udara bukan hanya merugikan lingkungan, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia, khususnya penyakit-penyakit pernapasan seperti ISPA. Pada periode Januari hingga Juni 2023, kasus ISPA di DKI Jakarta mencapai ratusan ribu, dengan puncaknya pada bulan Maret sebanyak 119.734 kasus.
Menurut Menkes Budi Gunadi, kasus ISPA sebelum pandemi Covid-19 berkisar di angka 50.000, namun saat ini melonjak hingga hampir 200.000. Menkes Budi Gunadi juga menyebutkan bahwa polusi udara menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya kasus ISPA.
Daftar Isi:
A. Cara mengatasi polusi udara
1. Aksi pemerintah untuk kurangi polusi udara
Pemerintah sudah melakukan beberapa aksi untuk mengurangi polusi udara, terutama Jakarta, semenjak polusi udara Jakarta viral kembali di media sosial pada bulan Agustus 2023. Beberapa aksi di antaranya adalah menghimbau masyarakat untuk menggunakan transportasi umum atau beralih menggunakan kendaraan ramah lingkungan, menerapkan sistem WFH untuk ASN, membuat hujan rekayasa, melakukan penyiraman air di jalan, menyemprot air dari atap gedung tinggi, hingga mengentikan empat perusahaan penyebab polusi udara.
Dari langkah-langkah tersebut, terlihat bahwa penanganan polusi udara dan perubahan iklim dilakukan secara terpisah. Padahal, mengembalikan keseimbangan alam perlu dilakukan untuk mengurangi polusi udara secara holistik, bukan solusi yang berefek sementara.
2. Apa hubungan polusi udara dan perubahan iklim?
Polusi udara dan perubahan iklim adalah dua masalah lingkungan yang saling berkaitan. Hubungan antara keduanya dapat dilihat dari dua hal: zat-zat penyebab dan dampak perubahan iklim.
Zat-zat penyebab polusi udara dan perubahan iklim
Polusi udara disebabkan oleh zat-zat polutan yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan, seperti PM2.5, sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), ozon permukaan tanah (O3), PM10, metana (CH4), karbon hitam, dan timbal (Pb). Zat-zat polutan ini berasal dari berbagai sumber, seperti industri, transportasi, energi bangunan, pembuangan limbah, dan pembakaran.
Perubahan iklim disebabkan oleh gas rumah kaca (GRK) yang menangkap panas matahari di atmosfer dan meningkatkan suhu bumi. Gas rumah kaca terdiri dari berbagai zat, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen dioksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFCs), perfluorokarbon (PFCs), sulfur hexafluoride (SF6), dinitrogen oksida (NF3), karbon hitam , dan ozon permukaan tanah (O3). Gas rumah kaca juga berasal dari sumber-sumber yang sama dengan zat-zat polutan.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa ada beberapa zat yang menyebabkan baik polusi udara maupun perubahan iklim, yaitu metana (CH4), karbon hitam, dan ozon permukaan tanah (O3). Oleh karena itu, mengurangi emisi zat-zat ini dapat menjadi solusi untuk menangani dua masalah lingkungan sekaligus.
Dampak perubahan iklim terhadap polusi udara
Perubahan iklim tidak hanya disebabkan oleh beberapa zat yang sama dengan polusi udara, tetapi juga memperburuk polusi udara. Perubahan iklim mempengaruhi pola cuaca, suhu, dan kelembaban udara. Hal-hal ini berdampak pada konsentrasi dan sebaran zat-zat polutan di udara.
Suhu panas yang tinggi dan kemarau berkepanjangan menyebabkan kekeringan dan mudahnya terjadi kebakaran hutan. Hal ini meningkatkan polutan PM2.5 dan PM10. Selain itu, ozon permukaan tanah (O3) meningkat meskipun emisi yang dihasilkan sama. Panas berkepanjangan juga menyebabkan mudahnya proses pembentukan kabut asap (smog). Alergen yang menyebabkan alergi dan asma juga meningkat karena tanaman menghasilkan serbuk sari lebih banyak pada suhu yang hangat.
B. Dekarbonisasi melalui sektor FOLU sebagai solusi untuk polusi udara
Untuk menyelesaikan masalah polusi udara secara holistik, pemerintah perlu mencari solusi yang juga dapat menangani masalah perubahan iklim. Hal ini karena polusi udara dan perubahan iklim saling berhubungan dan memengaruhi satu sama lain. Solusi yang dapat menyelesaikan kedua masalah tersebut adalah dekarbonisasi.
Dekarbonisasi adalah proses pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) dari berbagai sektor, seperti industri, transportasi, energi, dan pertanian. Dekarbonisasi dapat dilakukan dengan dua cara: mengurangi produksi emisi dan menyerap emisi yang sudah ada di atmosfer.
Menurut Andrea Meza, Wakil Sekretaris Eksekutif UNCCD, dekarbonisasi bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan alam dan menekan perubahan iklim.
Cara pertama untuk melakukan dekarbonisasi adalah dengan mengurangi produksi emisi karbon dari berbagai sumber. Hal ini dapat mengurangi konsentrasi PM2.5 dan mencegah kematian prematur hingga 230 - 1040 setiap tahun sampai 2050.
Beberapa langkah dekarbonisasi yang dapat dilakukan adalah:
Mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan, seperti surya, angin, air, dan biomassa.
Meningkatkan efisiensi dan pengurangan limbah di semua sektor, seperti industri, transportasi, dan bangunan.
Mengganti bahan bakar fosil dengan sumber energi terbarukan pada sektor transportasi dan industri.
Cara kedua untuk melakukan dekarbonisasi adalah dengan menyerap emisi karbon yang sudah ada di atmosfer. Cara ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan sektor FOLU (Forest and Other Land Uses). Sektor FOLU adalah sektor yang meliputi hutan dan vegetasi lainnya yang dapat menyimpan karbon. Sektor FOLU terbagi menjadi dua jenis: karbon biru dan karbon hijau. Karbon biru adalah karbon yang tersimpan di laut maupun pesisir pantai, sementara karbon hijau adalah karbon yang tersimpan di hutan daratan.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan karbon biru dan hijau. Indonesia memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia, dan potensi hutan mangrove terbesar di dunia. Riset Hutan-hutan ini dapat menyerap emisi karbon dan polutan udara yang terkunci di atmosfer.
Bedasarkan penelitian pada hutan mangrove di Muara Angke, hutan mangrove dapat menyerap emisi karbon dan polutan udara yang terkunci di atmosfer. Selain itu, merawat hutan juga dapat meregulasi mikroiklim dan menjaga alam serta ekowisata.
Saat ini, pemerintah Indonesia sudah meningkatkan dekarbonisasi melalui sektor FOLU. Salah satu usahanya adalah dengan membuat FOLU Net Sink 2023, sebuah perencanaan dan target dekarbonisasi melalui FOLU. Beberapa langkah yang dilakukan dalam FOLU Net Sink 2023 adalah:
Melakukan reboisasi atau penanaman kembali hutan yang telah rusak atau hilang
Meningkatkan rehabilitasi dan mengurangi deforestasi
Menanam mangrove di pesisir pantai
Melindungi ekosistem gambut dan lahan basah
C. Upaya Dekarbonisasi oleh CarbonEthics
Sebagai impact enterprise, saat ini CarbonEthics fokus melakukan dekarbonisasi melalui FOLU, terutama karbon biru. Beberapa inisiatif yang dilakukan CarbonEthics untuk mengurangi emisi dan polusi udara adalah:
Rehabilitasi karbon biru
CarbonEthics melakukan rehabilitasi mangrove, lamun, dan terumbu karang di wilayah pesisir Indonesia dengan menggandeng mitra dari berbagai institusi, organisasi, hingga pemerintah. Rehabilitasi karbon biru dapat meningkatkan kemampuan ekosistem laut dan pesisir untuk menyerap emisi karbon dan polutan udara, serta menjaga keanekaragaman hayati dan ekowisata.
Konservasi karbon biru dengan masyarakat lokal
CarbonEthics memberdayakan masyarakat lokal di setiap lokasi rehabilitasi karbon biru. Masyarakat lokal dilibatkan dalam proses penanaman mangrove dan diberi pelatihan mengenai isu-isu iklim serta keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Konservasi karbon biru dengan masyarakat lokal dapat meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungan, serta menciptakan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat lokal.
Menanam mangrove bersama Transjakarta
CarbonEthics bermitra dengan Transjakarta untuk mengajak warga Jakarta menanam mangrove. Mangrove yang ditanam oleh warga Jakarta akan dikelola oleh masyarakat lokal di Pulau Harapan.
Institusi maupun individu bisa berpartisipasi untuk mengurangi polusi udara dan perubahan iklim melalui dekarbonisasi melalui usaha yang memberi dampak panjang. Menyelamatkan bumi dapat dilakukan mulai dengan hal kecil seperti menanam 1 mangrove. CarbonEthics mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi dalam upaya dekarbonisasi dengan konservasi karbon biru. Mulai upaya dekarbonisasi sekarang dengan CarbonEthics.
Referensi:
Kebijakan Pemerintah Kendalikan Polusi Udara Kontraproduktif, Retrieved September 20, from https://www.kompas.id/baca/metro/2023/08/13/publik-anggap-upaya-pemerintah-menangani-masalah-polusi-udara-belum-menyeluruh
Jakarta snags ‘most polluted’ title as air quality plunges and officials dither, Retrieved October 5, from https://news.mongabay.com/2023/08/jakarta-snags-most-polluted-title-as-air-quality-plunges-and-officials-dither/
Ribuan Tewas Akibat Polusi, Kualitas Udara Bikin Khawatir, Retrieved October 5, from https://www.cnbcindonesia.com/research/20230826181347-128-466374/ribuan-tewas-akibat-polusi-kualitas-udara-bikin-khawatir
Uji emisi sampai semprot jalan - Upaya pemerintah berhasil turunkan tingkat polusi udara Jakarta?, Retrieved September 17, from https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-66687436
Cut air pollution to fight climate change - UN, Retrieved September 11, from https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-66687436
Win-Win: Why cities should tackle climate change and air pollution together, Retrieved September 26, from https://www.c40knowledgehub.org/s/article/Win-Win-Why-cities-should-tackle-climate-change-and-air-pollution-together?language=en_US
Sumber Utama Polusi Udara di Jakarta, Retrieved September 19, from https://www.vitalstrategies.org/resources/identifying-the-main-sources-of-air-pollution-in-jakarta-a-source-apportionment-study/
Fay, Marianne; Hallegatte, Stephane; Vogt-Schilb, Adrien; Rozenberg, Julie; Narloch, Ulf; Kerr, Tom. 2015. Decarbonizing Development: Three Steps to a Zero-Carbon Future. Climate
Comments